Jumat, 08 April 2011

Sejarah Pemeliharaan Al-qur’an


Sejarah Pemeliharaan Al-qur’an

Pengertian Jam’ul Qur’an
Yang dimaksudkan dengan pengertian jam’ul Qur’an ( pengumpulan Al-Qur’an ) oleh para ulama adalah salah satu dari dua pengertian berikut ini:
Pertama : Pengumpulan dalam arti hifdzuhu ( menghafalnya dalam hati ). Inilah makna yang dimaksudkan dalam firman Allah kepada Nabi. Nabi senantiasa mengerakan-gerakan kedua bibir dan lidahnya untuk membaca Qur’an ketika turun kepadanya sebelum Jibril selesai membacakannya, karena ingin menghafalkannya.
لاَتُحَرِّكْ بِهِ لِسَانَكَ لِتَعْجَلَ بِهِ * إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْءَانَهُ * فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْءَانَهُ * ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا بَيَانَهُ * - القيامة : 16-19 -
“ Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk membaca Qur’an karena hendak cepat-cepat menguasainya. Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (didadahmu) dan membuatmu pandai, membacanya. Apabila Kami telah selesai membacanya maka ikutilah bacaabnnya itu. Kemudian atas tanggungan kamilah penjelasannya (Q.S : Qiyamah : 16-19)
Kedua : Pengumpulan dalam arti kitabatuhu kullihi (Penulisan Qur’an semuanya) baik dengan memisah-misahkan ayat-ayatnya dan surat-suratnya, atau mentertibkan ayat-ayat semata dan setiap surat ditulis dalam satu lembaran secara terpisah, ataupun menertibkan ayat-ayat dan surat-suratnya dalam lembaran-lembaran yang terkumpul yang menghimpun semua surat, sebagiannya ditulis sesudah bagian yang lain.
Pada Masa Rasulullah
Al-qur’an pada masa Nabi Muhammad
Pada periode pertama sejarah Al-qur’an dinyatakan bahwa ayat-ayat yang diturunkan kepada Nabi selain beliau nsendiri yang menghafalkannya dengan baik juga dihafalkan dan dicatat oleh sahabat.
¨bÎ) $uZøŠn=tã ¼çmyè÷Hsd ¼çmtR#uäöè%ur ÇÊÐÈ  
17. Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.
Mengumpulkan berarti memeliharanya didalam dadanya nabi dan mengumpulkan juga berarti menuliskannya ayat demi ayat menyusun surat demi surat hingga membentuk satu mushaf Al-quran. Semua adalah jaminan Allah kepada nabi muhammad jadi berarti allah sendirilah yang menjamin kemurnian Al-qur’an dan terpeliharanya AL-qur’an dengan baik semenjak turunya sampai hari ini dan insyaAllah sampai hari kiamat. Nabi sendiri aladah orang poertama yang menhafalkan Al-qur’an dan itu berarti beliau pertama kali mengumpulkan Al-qur’an dan memliharanya didalam ingatan beliau sekalip[un beliau tidak menulisnya. Para sahabat sepenuhnya mengikuti perintah Rasulullah apabila disuruh untuk menulis Alqur’an di pelepah korma, tulang-tulang dan sebagai.Kelompok pencatat Alqur;an ini banyak tapi 70 orang diantara nereka mati dikeroyok oleh musuh.

Dikalangan para ulama, termenilologi pengumpulan Al qur’an memiliki dua konotasi, yaitu konotasi penghafalan Al Qur’an dan konotasi penulisan Al qur’an.
1. Penghafalan Al qur’an
Nabi Saw adalah orang pertama yang menghfal Al qur’an. Tindakan Nabi Saw merupakan suri tauladan bagi para sahabatnya. Menurut imam Al Bukhori, para sahabat penghafal Al Qur’an antara lain : Abdullah bin Mas’ud, Salim bin Mi’qal, Mu’adz bin Jabal, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abu Zaid bin Sakan, dan Abu Darda. Ada juga para sahabat perempuan yang hafal Al qur’an seperti Aisyah, Hafsah, Ummu Salah, dan Ummu Waraqa.

2. Penulisan Al qur’an

a. Masa Nabi Muhammad Saw.

Pada tahap ini penyandaran pada hafalan lebih banyak dari pada penulisan karena hafalan para sahabat sangat kuat dan cepat disamping sedikitnya orang yang bisa baca tulis dan sarananya. Oleh karena itu, siapa saja dari kalangan mereka yang mendengar satu ayat saja, dia akan langsung menghafalnya atau menulisnya dengan sarana seadanya, seperti pelepah kurma, potongan kulit, permukaan batu, atau tulang belulang.
Nabi Muhammad Saw. juga mempunyai beberapa sekertaris dalam penulisan Al Qur’an yang tugasnya khusus mencatat ayat Al Qur’an, antara lain : Abu Bakar, Ustman bin Affan, Umar bin Khattab, Ali bin Abi thalib, Zaid bin Tsabit, Abu Zaid bin Sakan, Khalid bin Walid, dan Muawiyyah.
Faktor pendorong penulisan Al qur’an ini yaitu :
·         Membukukan hafalan yang telah dilakukan oleh Nabi Saw dan para sahabat
·         Mempresentasikan wahyu dengan cara yang paling sempurna.
·         Pada masa Nabi Muhammad Saw ini Al Qur’an tidak di tulis pada satu tempat, dengan dua alasan yaitu :
·         Proses penurunan Al Qur’an masih berlanjut, sehingga ada kemungkinan ayat yang turun belakangan “menghapus” redaksi dan ketentuan hukum ayat yang sudah turun dahulu
·         Penyusunan ayat dan surat Al Qur’an tidak bertolak pada kronologisnya, tetapi pada keserasian ayat atau surat satu dengan yang lain.

Pengumpulan Al-Qur’an pada masa nabi dapat dibagi pada dua katagori :
Pertama : Pengumpulan dalam dada berupa penghafalan dan penghayatan/ ekpresi.
Al-Qur’an ditunkan kepada Rasulullah SAW, dimana beliau dikenal seorang yang ummi ( tidak dapat membaca dan menulis ), oleh karena beliau seorang yang menyukai wahyu, ia senantiasa menunggu turunnya wahyu dengan rasa rindu, lalu setiap yang turun lalu dihafal dan dipahaminya, persis seperti apa yang dijanjikan Allah SWT : sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya ( di dadahmu ), dan ( membuatmu pandai ), membacanya “. ( Al-qiyamah : 17 ).
Oleh karena itu beliau adalah orang yang hafal pertama dan merupakan contoh yang paling baik bagi para shahabat dan pengikutnya. Al-Qur’an diturunkan dalam proses selama dua puluh tahun kurang lebih, yang terkadang turunnya itu hanya satu ayat atau lebih bahkan sampai sepuluh ayat, atau tidak turun sama sekali. Dan setiap kali sebuah ayat turun, dihafal dalam dada dan ditempatkan dalam hati, sebab bangsa Arab secara kodrati memiliki kemampuan menghafal yang kuat. Hal itu karena pada umumnya mereka buta huruf, sehingga dalam penulisan berita-berita, syair-syair dan silsilah, mereka lakukan dengan menulis di dalam hati mereka.
Dalam kitab Shahihnya, Bukhari telah mengemukakan tentang adanya tujuh hafidz, melalui tiga riwayat. Mereka adalah Abdullah bin Mas’ud, Salim bin Ma’qal bekas seorang budak, Abu Huzaifah, muaz bin Jabal, Ubai bin Ka’ab, Zaid bin Sabit, Abu Zaid bin Sakan dan Abu Darda’.
Kedua : Pengumpulan berupa catatan, penulisan dalam kitab maupun berupa ukiran.
Rasulullah telah mengangkat para penulis wahyu Qur’an dari shahabat-shahabat terkemuka, seperti Ali bin Abi Thalib, Mu’awiyah, Ubai bin Ka’b dan Zaid bin Abi Thalib. Bila ayat turun, ia memerintahkan mereka menuliskan dan menunjukan tempat ayat tersebut dalam surat sehingga penulisan pada lembaran itu membantu menghafal di dalam hati. Dan tampa diperintahkan disamping itu mereka menulis ayat-ayat itu pada pelepah daun kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan tulang-belulang binatang.
b. Masa khulafa’ur rasyidin

Masa Abu Bakar
Rasulullah berpulang ke Rahmatullah setelah beliau menyampaikan risalah dan amanah, mengajak umatnya kejalan yang lurus. Setelah belai wafat kekuasaan dipegang oleh Abu Bakar As-Siddiq ra. Pada masa pemerintahannya ia banyak malapetaka, berbagaimacam kesulitan dan problem yang rumit, diantaranya memerangagi orang-orang yang murtad, yang ada dikalangan orang islam itu sendiri, memerangi pengikut Musailamah Al-Kadzdzab
Pada dasarnya, seluruh Al Qur’an sudah ditulis pada masa Nabi Saw. Hanya saja, surat dan ayatnya masih terpencar-pencar. Pada zaman Abu Bakar tahun 12 H penyebab pengumpulannya adalah pada perang Yamamah banyak dari kalangan para penghafal Al qur’an yang terbunuh.
Maka abu bakar memerintahkan untuk mengumpulkan Al qur’an agar tidak hilang. Dalam kitab sahih Bukhori disebutkan bahwa, Umar bin Khattob mengemukakan pandangan tersebut kepada Abu Bakar setelah selesainya perang Yamamah. Abu Bakar tidak mau melakukannya karena takut dosa, sehingga Umar terus menerus mengemukakan pandangannya sampai Allah Swt membukakan pintu hati Abu Bakar untuk hal itu, dia lalu memanggil Za’id bin Tsabit. Abu bakar mengatakan pada Za’id : “Sesungguhnya engkau adalah seorang yang masih muda dan berakal cemerlang, kami tidak meragukanmu, engkau dulu pernah menulis wahyu untuk Rasulullah, maka sekarang carilah Al Qur’an dan kumpulkanlah!”. Za’id berkata : “maka aku pun mencari dan mengumpulakan dari pelepah kurma, permukaan batu, dan dari hafalan orang-orang”. Mushaf tersebut berada ditangan Abu Bakar hingga dia wafat, kemudian dipegang oleh Umar hingga wafatnya, dan kemudian dipegang oleh Hafsah binti umar. Diriwayatkan oleh Bukhori secara panjang lebar.
Sampai Ali bin Abi Thalib mengatakan : “orang yang paling besar pahalanya pada mushaf Al Qur’an adalah Abu Bakar, semoga allah Swt memberi rahamat kepada abu bakar karena dia lah orang yang paling pertama kali mengumpulkan kitab allah Swt.



Kenapa Al-Qur’an tidak dibukukan dalam satu mushhaf
Disini kami bertanya : " Kenapa Al-Qur'an pada masa Nabi SAW tidak dibukukan dalam satu mushhaf ? jawabnya :
Pertama : Al-Qur'an tidak diturunkan tidak sekaligus, tetapi berangsur-angsur dan terpisah-pisah, tidaklah mungkin untuk membukukan sebelum keseluruhan selesai.
Kedua : Sebagian ayat yang dimansukh, bila turun ayat yang menyatakan nasakh, maka bagaimana mungkin bis dibukukan dalam satu waktu.
Ketiga : Susunan ayat dan surat tidaklah berdasarkan urutan turunnya. Sebagian ayat ada yang turunnya pada saat terakhir wahyu tetapi urutannya diempatkan diawal surat, yang demikian tentunya menghendaki perubahan susunan tulisan.
Keempat : Masa turunnya wahyu terakir dengan wafatnya Rasulullah SAW adalah sangat dekat/ pendek. Sebagaimana terdahulu tetang Nuzul Al-Qur'an, ayat terakhir Al-Baqarah : 281, disebutkan :
وَاتَّقُوا يَوْمًا تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللهِ ... َ
Kemudian Rasulullah berpulang ke Rahmatullah setelah sembilan hari dari turunnya ayat tersebut. Dengan demikian masa turun waktu yang sangat singkat yang tidak memungkinkan untuk menyusun atau membukukan sebelum sempurna turunnya wahyu.
Kelima : Tidak ada motivasi yang mendorong untuk mengumpulkan Al-Qur'an menjadi satu mushhaf sebagaimana yang timbul pada masa Abu Bakar. Orang-orang Islam pada saat itu dalam kondidi yang normal, ahli Al-qur'an begitu banyak, fitnah-fitnah banyak diatasi.

Masa Utsman bin Affan
Pada zaman Utsman bin Affan pada tahun 25 H. Sebabnya adalah perbedaan kaum muslimin pada dialeg bacaan Al Qur’an sesuai dengan perbedaan mushaf-mushaf yang berada di tangan para sahabat. Hal itu dikhawatirkan akan menjadi fitnah, maka Utsman memerintahkan untuk mengumpulkan mushaf-mushaf tersebut menjadi satu mushaf sehingga kaum muslimin tidak berbeda bacaannya kemudian bertengkar pada Kitab Allah dan akhirnya terpecah belah.
Dalam Kitab Sahih Bukhori disebutkan, bahwa Hudzaifah bin Yaman datang menghadap Utsman bin Affan dari perang pembebasan Armenia dan Azerbaijan. Dia khawatir melihat perbedaan mereka pada dialeg bacaan Al Qur’an, dia katakan “Wahai amirul mu’minin, selamatkan lah umat ini sebelum mereka berpecah belah pada Kitab Allah Swt seperti perpecahan kaum yahudi dan nasrani!”. Utsman lalu mengutus seseorang kepada Hafsah “kirimkan pada kami mushaf yang engkau pegang agar kami menggantikan mushaf-mushaf yang ada dengannya kemudian akan kami kembalikan kepadamu.” Hafsah lalu mengirimkan mushaf tersebut.
Kemudian ustman memerintahkan Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin Ash, dan Abdurrahman bin Harits untuk menuliskannya kembali dan memperbanyaknya. Dari mushaf-mushaf tersebut satu salinan disimpan di Madinah dan yang lain dikirimkan di berbagai pusat islam seperti kota Kuffah, Bashroh, Damaskus, dan Mekkah. Sebelumnya utsman memeinta kepada ‘aisyah untuk menyerahkan suhuf yang ada padanya untuk dijadikan pembanding antara mushaf yang ada pada hasfah.
Setelah semua Alqur’an terkumpul dan telah disebarkan kepada kaum muslimin yang jauh dari madinah kemudian utsman menyuruh untuk memusnahkan mushaf yang berlainan dengan mushaf yang telah ditulis oleh zaid, dalam riwayat dikatakan bahwa Ali pernah berkata “jika utsman tidak melakukan hal demikian (memusnahkan mushaf yang lain) maka sesungguhnya aku akan melakukannya.
Untuk memelihara mushaf yang dikirim tersebut utsman menyertakannya dengan guru-guru yang sudah siap untuk mengajarkan hal-hal yang belum diketahui oleh umat islam lain yang jauh dari madinah, diantara mereka adalah Abdullah bin as-Saib ke makkah, al mughirah bin shihab ke suriah, amr bin abi qaish ke basrah dan Abdurrahman as-Sulami ke kufah.

Penyempurnaan Penulisan Al Qur’an setelah masa Khalifah
Mushaf ditulis atas perintah Ustman tidak memiliki harakat dan tanda titik sehingga dapat dibaca dengan salah satu qira’at yang tujuh. Ketika banyak orang non arab yang memelu islam, mereka kesulitan membaca mushaf tersebut.
Penyempurnaan tersebut antara lain yaitu :
Ubaidillah bin Ziyad dan Hajjaj bin Yusuf memerintakan seorang lelaki Persia untuk meletakkan alif sebagai pengganti dari huruf yang dibuang. Misalnya (اقلَتْ) di ganti menjadi (قَالَتْ), dan sebagainya.
Abu Al Aswad, Yahya bin Ya’mar, dan Nasr bin Ashim sebagai orang pertama kali yang meletakkan tanda titik pada mushaf usmani
Al Khalil bin Ahmad adalah orang yang pertama kali meletakkan tanda hamzah, tasydid, ar-raum, al-isymam.



Jadal dalam Al-Qur'an


JADAL DALAM ALQURAN

            Hanya sedikit ulama mutaakhirin yang menulis tentang Jadal, salah satunya adalah A-Allamah Sulaiman Bin ‘Abdul Qawi Bin “abdul Karim yang terkenal dengan nama Imam Ibnu Abdul ‘Abbas al-Hanbali Najmuddin at-Thufi yang wafat pada tahun 715 H.
            Menurut para ulama Alquran telah mencakup segala macam keterangan dan dalil-dalil, dan tidaklah dari keterangan, dalil-dalil, pembagian dan peringantan yang dibangun dari keseluruhan pengetahuanh baik yang berkaitan dengan akal maupun pendengaran kecuali telah diterangkan dalam Kitab Allah.
            Hakikat-hakikat yang sudah jelas nampak dan nyata telah dapat disentuh manusia, diterangkan dengan bukti-bukti alam dan lagi memerlukan argumen untuk menetapkan dalil atas kebenaran. Namun, kesombongan seringkali mendorong seseorang untuk membangkitkan keraguan dan mengacaukan hakikat tersebut dengan berbagai kerancuan yang dibungkus dengan kebenaran dan dikuatkan dengan argumen dari akal manusia yang harus dihadapi dengan hujjah yang dapat mengembalikan pemahaman tersebut sebagaimana mestinya dengan cara yang konkrit dan realistis serta dengan menggunakan uslub bahasa yang memuaskan disertai dengan argumentasi yang pasti dan bantahan yang tegar.
Ibnu Hibban berkata, “Jika seseorang berdebat tentang Al-Qur’an, maka apabila Allah tidak melindunginya ia akan terseret kepada keraguan dalam mengimani ayat-ayat mutasyabihat. Jika sudah disusupi keraguan, maka ia akan menolaknya. Rasulullah saw. menyebutnya sebagai kekufuran yang merupakan salah satu bentuk penolakan yang berpangkal dari perdebatan.”
Perselisihan tentang Al-Qur’an dapat menyeret kepada sikap mempertentangkan satu ayat dengan ayat lainnya. Kemudian dari situ akan muncul sikap melepaskan diri dari hukum-hukumnya dan mengubah hukum halal haramnya. Kemudian akan berlakulah sunnatullah pada ummat terdahulu atas orang-orang yang saling berselisih itu, yakni kebinasaan dan kehancuran.


A.     Defenisi Jadal
jadal secara bahasa adalah aku kokohkan jalinan tali itu, sedangkan secara istilah jadal adalah bertukar pikiran dengan cara bersaing dan berlomba untuk mengalahkan lawan mengingat kedua belah pihak yang berdebat berusaha untuk mengokohkan pendapatnya masing-masing dan berusaha untk menjatuhkan lawannya dari argumen yang dipeganginya.
Dengan demikian jadal alqur’an adalah pembuktian-pembuktian serta pengungkapan dalil-dalil yang terkandung di dalamnya, untuk dihadapkan pada orang kafir dan mematahkan argumentasi para penentang denagn seluruh tujuan dan maksud mereka, sehingga kebenaran ajaran-Nya dapat diterima dan melekat di hati manusia.

B.     Tuntunan Dalam Alquran
Allah menyatakan dalam Alquran bahwa berdebat itu adalah tabiat manusia sebagaimana yang berbunyi:
4 tb%x.ur ß`»|¡RM}$# uŽsYò2r& &äóÓx« Zwyy`
Dan manuisa adalah makhluk yang paling banyak berdebatnya. Sehingga banyak terjadi permusuhan dan persaingan sampai-sampai Rasulullah pun disuruh oleh Allah un tuk berdebat dengan orang musyrik dengan cara yang baik yang dapat meredakan keberingasan mereka, sebagaimana firman Allah :
äí÷Š$# 4n<Î) È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# ( Oßgø9Ï»y_ur ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& 4
“Serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan debatlah mereka dengan cara yang paling baik”.
Ayat di atas secara tegas melarang jidal dan perdebatan. (Akan tetapi) siapa saja yang mentadabburi ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits Rasulullah serta atsar para Salaf tentu akan mendapati anjuran beradu argumentasi dan berdebat. Ayat-ayat dalam Kitabullah tidaklah bertentangan satu sama lainnya, bahkan saling membenarkan. Dari situ dapatlah kita ketahui bahwa jidal dan debat yang dicela dalam Al-Qur’an tidak sama dengan jidal dan debat yang dianjurkan. Jidal dan debat itu ada yang terpuji dan ada yang tercela. Kedua jenis itu sama-sama disebutkan dalam Al-Qur’an. Jadi jelaslah, jidal yang tercela itu adalah jidal tanpa hujjah, jidal dalam membela kebathilan dan berdebat tentang Al-Qur’an untuk mencari-cari fitnah dan takwil bathil.
Adapun jidal yang terpuji adalah nasihat untuk Allah, Rasul-Nya, Kitab-Nya, para imam dan segenap kaum Muslimin. Nabi Nuh as sering beradu argumentasi dengan kaumnya hingga beliau menegakkan hujjah atas mereka dan menjelaskan kepada mereka jalan yang benar.
Bahkan Allah membolehkan berdiskusi dnegan ahli kitab dengan cara yang baik. Firman-Nya yang berbunyi :
 Ÿwur (#þqä9Ï»pgéB Ÿ@÷dr& É=»tGÅ6ø9$# žwÎ) ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr&

“dan janganlah kamu berdebat dengan ahli kitab melainkan dengan cara yang paling baik”. Ini bertujuan untuk menampakkan kebenaran sebagai tujuan dari metode Jadal Quran dalam memberi petunjuk kepada orang kafir dan mengalahkan para penentang Alquran. Ini berbeda dengan perdebatan yang menggunakkan hawa nafsu yang hanya merupakan persaingan batil. Allah berfirman:
ãAÏ»pgäur tûïÏ%©!$# (#rãxÿŸ2 È@ÏÜ»t6ø9$$Î/
“… tetapi orang-orang kafir membantah dengan yang batil…”

C.     Mengapa Terdapat Jadal Dalam Alquran
hal ini disebabkan oleh beberapa factor, diantaranya adalah
  1. karena Allah sendiri telah berfirman dalam Alquran yang berbunyi :
!$tBur $uZù=yör& `ÏB @Aqߧ žwÎ) Èb$|¡Î=Î/ ¾ÏmÏBöqs% šúÎiüt7ãŠÏ9 öNçlm; ( @ÅÒãŠsù ª!$# `tB âä!$t±o Ïôgtƒur `tB âä!$t±o 4 uqèdur âƒÍyèø9$# ÞOÅ3ysø9$# ÇÍÈ
Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya[779], supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan[780] siapa yang dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang dia kehendaki. dan Dia-lah Tuhan yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.

[779]  Al Quran diturunkan dalam bahasa Arab itu, bukanlah berarti bahwa Al Qu'an untuk bangsa Arab saja tetapi untuk seluruh manusia.
[780]  disesatkan Allah berarti: bahwa orang itu sesat berhubung keingkarannya dan tidak mau memahami petunjuk-petunjuk Allah. dalam ayat ini, Karena mereka itu ingkar dan tidak mau memahami apa sebabnya Allah menjadikan nyamuk sebagai perumpamaan, Maka mereka itu menjadi sesat.

  1. membantah pendapat para penentang dan lawan serta membantah argumen mereka karena mereka cenderung berbantahan tapi mereka tidak mampu mendatangkan bukti yang kuat dalam pembicaraan.
  2. membungkam lawan bicara dalam ber sengketa dan tetap melawannya, sebagaimana firman Allah yang berbunyi:
3 ö@è% ô`tB tAtRr& |=»tGÅ3ø9$# Ï%©!$# uä!%y` ¾ÏmÎ/ 4ÓyqãB #YqçR Yèdur Ĩ$¨Y=Ïj9 ( ¼çmtRqè=yèøgrB }§ŠÏÛ#ts% $pktXrßö6è? tbqàÿøƒéBur #ZŽÏWx. ( OçFôJÏk=ãæur $¨B óOs9 (#þqçHs>÷ès? óOçFRr& Iwur öNä.ät!$t/#uä ( È@è% ª!$# ( ¢OèO öNèdösŒ Îû öNÍkÅÎöqyz tbqç7yèù=tƒ ÇÒÊÈ
". Katakanlah: "Siapakah yang menurunkan Kitab (Taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia, kamu jadikan Kitab itu lembaran-lembaran kertas yang bercerai-berai, kamu perlihatkan (sebahagiannya) dan kamu sembunyikan sebahagian besarnya, padahal Telah diajarkan kepadamu apa yang kamu dan bapak-bapak kamu tidak mengetahui(nya) ?" Katakanlah: "Allah-lah (yang menurunkannya)", Kemudian (sesudah kamu menyampaikan Al Quran kepada mereka), biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya[491].

[491]  perkataan biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya adalah sebagai sindiran kepada mereka, seakan-akan mereka dipandang sebagai kanak-kanak yang belum berakal.

  1. memenangkan perselisihan dan menetapkan dengan menjelaskan bahwa tuduhan yang dituduhkan oleh orang musyrik itu tidak seorang juga yang mengetahuinya, sebagaimana firman Allah yang berbunyi:
(#qè=yèy_ur ¬! uä!%x.uŽà° £`Ågø:$# öNßgs)n=yzur ( (#qè%tyzur ¼çms9 tûüÏZt/ ¤M»oYt/ur ÎŽötóÎ/ 5Où=Ïæ 4 ¼çmoY»ysö7ß 4n?»yès?ur $£Jtã šcqàÿÅÁtƒ ÇÊÉÉÈ ßìƒÏt/ ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur ( 4¯Tr& ãbqä3tƒ ¼çms9 Ó$s!ur óOs9ur `ä3s? ¼ã&©! ×pt6Ås»|¹ ( t,n=yzur ¨@ä. &äóÓx« ( uqèdur Èe@ä3Î/ >äóÓx« ×LìÎ=tæ ÇÊÉÊÈ
100.  Dan mereka (orang-orang musyrik) menjadikan jin itu sekutu bagi Allah, padahal Allah-lah yang menciptakan jin-jin itu, dan mereka membohong (dengan mengatakan): "Bahwasanya Allah mempunyai anak laki-laki dan perempuan", tanpa (berdasar) ilmu pengetahuan[495]. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari sifat-sifat yang mereka berikan.
101.  Dia Pencipta langit dan bumi. bagaimana dia mempunyai anak padahal dia tidak mempunyai isteri. dia menciptakan segala sesuatu; dan dia mengetahui segala sesuatu.

[495]  mereka mengatakan bahwa Allah mempunyai anak seperti orang Yahudi mengatakan Uzair putera Allah dan orang musyrikin mengatakan malaikat putra-putra Allah. mereka mengatakan demikian Karena kebodohannya.
Ayat ini meniadakan bahwa Allah itu tidak mempunyai ibu bapak dan tidak mempunyai anak. Tidak seorang pun yang menjadi anak Allah. Setiap sesuatu pasti ada yang memperbuat dengan iradahnya. Dia menjadikan semuan yang ada di ala mini dan mengetahui segala sesuatu.
  1. mempersempit sifat-sifat, membatalkan, satu diantaranya itu menjadi sebab bagi hukum, seperti firman Allah yang berbunyi:
spuŠÏZ»yJrO 8lºurør& ( šÆÏiB Èbù'žÒ9$# Èû÷üuZøO$# šÆÏBur Ì÷èyJø9$# Èû÷üuZøO$# 3 ö@è% ÈûøïtŸ2©%!!#uä tP§ym ÏQr& Èû÷üuŠs[RW{$# $¨Br& ôMn=yJtGô©$# Ïmøn=tã ãP%tnör& Èû÷üuŠs[RW{$# ( ÎTqä«Îm7tR AOù=ÏèÎ/ bÎ) óOçGZà2 tûüÏ%Ï»|¹ ÇÊÍÌÈ z`ÏBur È@Î/M}$# Èû÷üuZøO$# šÆÏBur ̍s)t7ø9$# Èû÷üuZøO$# 3 ö@è% ÈûøïtŸ2©%!!#uä tP§ym ÏQr& Èû÷üusVRW{$# $¨Br& ôMn=yJtGô©$# Ïmøn=tã ãP%tnör& Èû÷üusVRW{$# ( ÷Pr& óOçGYà2 uä!#ypkà­ øŒÎ) ãNà68¢¹ur ª!$# #x»ygÎ/ 4 ô`yJsù ÞOn=øßr& Ç`£JÏB 3uŽtIøù$# n?tã «!$# $\/ÉŸ2 ¨@ÅÒãÏj9 }¨$¨Z9$# ÎŽötóÎ/ AOù=Ïæ 3 ¨bÎ) ©!$# Ÿw Ïöku tPöqs)ø9$# šúüÏJÎ=»©à9$# ÇÊÍÍÈ 
143.  (yaitu) delapan binatang yang berpasangan[514], sepasang domba[515], sepasang dari kambing[516]. Katakanlah: "Apakah dua yang jantan yang diharamkan Allah ataukah dua yang betina, ataukah yang ada dalam kandungan dua betinanya?" Terangkanlah kepadaku dengan berdasar pengetahuan jika kamu memang orang-orang yang benar,
144.  Dan sepasang dari unta dan sepasang dari lembu. Katakanlah: "Apakah dua yang jantan yang diharamkan ataukah dua yang betina, ataukah yang ada dalam kandungan dua betinanya? apakah kamu menyaksikan di waktu Allah menetapkan Ini bagimu? Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah untuk menyesatkan manusia tanpa pengetahuan ?" Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.

[514]  artinya empat pasang, yaitu sepasang biri-biri, sepasang kambing sepasang unta dan sepasang lembu
[515]  maksudnya domba jantan dan betina
[516]  maksudnya kambing jantan dan betina

D.     Manfaat Mengetahui Jadal Dalam Alquran
  1. mengajarkan kepada umat Islam bagaimana cara mendebat orang lain dengan tata aturan yang sesuai dengan ajaran Islam.
  2. agar umat islam dapat membantah apa yang dituduhkan oleh orang-orang kafir dan orang-orang musyrik dengan bantahan yang paling baik.
  3. umat islam diajarkan untuk menghargai pendapat orang lain selama orang tersebut tidak mengganggu keyakinan umat islam dengan pendapat mereka.
  4. mendidik dan menanamkan ke dalam hati manusia bahwa sungguh mulia Islam dengan cara membantah lawan bicaranya dengan cara yang baik sehingga orang lain tertarik kepada Islam.
  5.  Allah menyebutkan ayat-ayat kauniyah agar dijadikan dalil bagi sendi-sendi akidah. Seperti firman Allah dalam suratAl-baqarah:21-22.
  6. Menetapkan pembicaraan dengan jalan istifham.
  7. Mengemukakan dalil-dalil bahwa Allah adalah tempat kembali.
  8. Membatalkan tuduhan lawan dalam bersengketa dan tetap melawannya.
  9. Sabru dan taqsim, yaitu mempersempit sifat-sifat, membatalkan, dan menjadikan yang satu sebab bagi yang lain. Sepaerti firman Allah dalam surat Al-an’am:143-144.
  10. Mengalahkan lawan dengan cara menjelaskan bahwa tuduhan yang diajukannya itu tidak seorangpun yang mengetahuinya.
  11. Untuk menangkis dan melemahkan argumentasi-argumenrasi orang kafir.
  12. Jawaban Allah tentang pembenaran akidah dan persoalan yang dihadapi rasul.
  13. Layanan dialog bagi orang yang benar-benar ingin tahu,kemudian hasilnya itu dijadikan pegangan dan semacamnya, seperti jawaban Allah atas kegelisahan Nabi Ibrahim.
  14. Sebagai bukti dan dalil yang dapat mematahkan dakwaan dan pertanyaan-pertanyaan yang muncul di kalangan umat manusia,seperti dialog Nabi Musa dengan Fir’aun(QS. Al-syu’araa:10-51)